Caring Caring Care Giver

Caring




Apa yang dimaksud dengan caring?


Kita bekerja dalam profesi caring. Apakah kita mengetahui apa yang kita maksud dengan caring? Dalam arti singkat, kita semua tahu bahwa caring terasa seperti mendapatkan care dari orang lain atau care terhadap orang lain. Namun, pada tingkat lain, isu caring menjadi lebih kompleks. Dapatkah kita, misalnya, mengatakan bahwa kita semua memiliki makna yang sama saat menggunakan kata "caring? Apakah caring yang Anda alami dalam berhubungan dengan keluarga sama dengan yang Anda alami saat Anda caring terhadap pasien? •Mungkin tidak.

Kami menggali istilah caring dengan mempertimbangkan bagaimana beberapa orang penulis mendefinisikan istilah caring. Mungkin bermanfaat jika Anda mempertimbangkan apa definisi dan uraian mereka tentang caring dan membandingkannya dengan definisi dan uraian milik Anda sendiri. Kami menggali analisis umum tentang konsep caring dan gambaran spesifik tentang caring saat dihubungkan dengan keperawatan. 

Fenomena caring
Milton Mayeroff, dalam analisis tentang makna caring dalam hubungan manusia (Mayeroff, 1972), menggambarkan caring sebagai suatu proses yang memberikan kesempatan pada seseorang (baik pemberi asuhan (carer) maupun penerima asuhan untuk pertumbuhan pribadi. Aspek utama caring
dalam analisis, meliputi:

  • Pengetahuan
  • Penggantian irama (belajar dari pengalaman)
  • Kesabaran
  • Kejujuran
  • Rasa percaya
  • Kerendahan hati
  • Harapan, dan
  • Keberanian.

Tema umum di sini adalah bahwa caring dapat memengaruhi kehidupan seseorang dalam cara bermakna dan memicu eksistensi yang lebih memuaskan. Apa yang kita temukan dalam pertimbangan Mayeroff adalah prinsip caring yang luas. Masalahnya adalah bahwa aspek tersebut mungkin tidak cukup spesifik untuk diterapkan pada semua situasi caring. Pada poin ini, mungkin bermanfaat untuk berhenti dan mencatat daftar kriteria Anda tentang aspek utama dalam hubungan caring dan membandingkannya dengan daftar di atas.

Mayeroff memfokuskan caring dalam makna yang paling umum. Analisisnya tidak berarti dibatasi pada caring di sebuah klinik atau di lingkungan perawatan kesehatan. Mayeroff memikirkan semua hubungan caring: personal, interpersonal, keluarga, spiritual, terapeutik, emosional, dan seterusnya. Saat ini mungkin perlu untuk beralih ke analisis tentang caring yang lebih dapat diterapkan seperti yang ditawarkan oleh Alistair Campbell.

Campbell (1984) telah mendiskusikan pernyataan aneh tentang profesional kesehatan yang dibayar untuk care terhadap orang lain. Sebenarnya, mungkin dapat dipertanyakan bisakah care diprogramkan atau dilakukan sebagai tindakan profesional yang telah direncanakan. Tampaknya bahwa hubungan caring profesional berbeda dari hubungan caring yang lain, bahkan tanpa alasan lain selain rasa bahwa dalam hubungan caring profesional kita tidak memiliki tingkat pilihan caring seperti yang terdapat dalam sebagian besar hubungan caring lain sehari-hari.

Konsep "skilled companionship (pendamping yang dibayar untuk tinggal bersama dan membantu orang sakit)" (Campbell, 1984) mungkin lebih tepat dibandingkan "pemberi asuhan" sebagai sesuatu yang menggambarkan adanya hubungan antara profesional kesehatan yang dibayar dengan pasien
mereka. Menurut Campbell, companionship dapat diidentifikasi berdasarkan karakterstik yang dijelaskan di bawah ini.

Kedekatan tanpa stereotip seksual

Companionship biasanya terbebas dari konotasi seksual, tidak seperti caring. Saya mungkin dapat menemani orang lain tanpa merasa tertarik secara seksual dengannya dan begitu juga ia yang tidak tertarik secara seksual dengan saya. Companionship juga tidak memunculkan masalah heteroseksualitas dan homoseksualitas. Biasanya dapat diterima jika laki-laki mempunyai pendamping laki-laki yang dibayar dan wanita mempunyai pendamping wanita yang dibayar. Meskipun terkadang hubungan sejenis ini benar-benar terjadi dalam situasi caring, konsep caring mungkin merupakan sesuatu yang lebih intim.

Istilah companionship sepertinya berada di sekitar isu sosial dan seksual ini. Dan yang lebih sering menimbulkan perdebatan, ide tentang cinta romantis tidak memiliki kecenderungan untuk menjadi isu dalam companionship dibandingkan dalam situasi caring.

Pergerakan dan perubahan 

Companionship, karena kurang intens dibandingkan hubungan caring secara utuh, lebih terbuka terhadap pergerakan dan perubahan. Karena pemberi asuhan dan penerima asuhan tidak terlalu bergantung satu sama lain dibandingkan dalam kasus hubungan caring, setiap pihak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kecepatannya masing-masing. Campbell menya-
takan bahwa:

Pendamping yang dibayar yang baik adalah seseorang yang berbagi secara bebas, tetapi tidak memaksakan, memungkinkan orang lain melakukan perjalanan mereka sendiri. (Campbell, 1984)

Mungkin, bagi beberapa orang, hubungan companionship tidak menyebabkan klaustrofobia dibandingkan hubungan caring. 
Poin lain tentang pergerakan adalah bahwa pendamping yang dibayar merupakan orang yang "melakukan perjalanan dengan" orang lain yang membantu, menguatkan, dan mendukung orang lain untuk pulih atau meninggal. Konsep pergerakan tidak ada secara total dalam bentuk asuhan institusional yang memiliki norma stasis, rutinitas tetap, bersikap menerima dan tidak memiliki harapan. Lalu, apakah konsep companionship hilang dalam keadaan ini?

Mutualitas
Companionship menunjukkan mutualitas. Dalam mendampingi orang lain, kita berbagi hubungan, saling memberi dukungan dan pertolongan satu sama lain. Derajat dimungkinkannya hal ini dalam lingkup keperawatan adalah suatu masalah dalam beberapa perdebatan. Carl Rogers, mendiskusikan hubungan terapeutik, menyatakan bahwa hubungan antara orang yang ditolong dan orang yang menolong adalah hubungan mutualitas. Filosof Martin Buber (1966) tidak setuju dengan Rogers dan menyatakan bahwa, karena selalu pasien yang datang untuk mendapat pertolongan dari profesional dan bukan sebaliknya, hubungan tidak pernah dapat menjadi hubungan mutualitas.

Komitmen dengan batasan jelas
Pendamping yang dibayar, tidak seperti kekasih, berada dalam situasi menarik berkenaan dengan komitmen. Campbell menitikberatkan bahwa companionship kurang erat dibandingkan dengan persahabatan, meskipun pendamping yang dibayar disiapkan untuk menginvestasikan waktu dan
energi mereka ke dalam hubungan. Mungkin perbedaan utama antara hubungan dengan kekasih dan teman dan hubungan antara pendamping yang dibayar dan orang yang didampingi adalah fakta bahwa hubungan companionship ada dalam batas tertentu. Dalam persahabatan, batasan tersebut dapat ditangani, tidak formal dan diketahui tanpa harus dinyatakan. Sering kali teman tidak berupaya mendefinisikan batasan dalam hubungan mereka. Begitu juga hubungan dengan kekasih.

Di Sisi lain, pendamping yang dibayar dalam lingkungan asuhan kesehatan bekerja dalam suatu kode perilaku spesifik Y"ang menawarkan batasan lebih luas dalam hubungan. Hubungan kemudian lebih jauh digambarkan oleh konsep "informal" perawat tentang apa yang disebut profesional. Dengan kata lain, sebagian besar perawat mempunyai gambaran yang didapat dari pengalaman saat bekerja dengan kolega, tentang apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima dalam berhubungan dengan pasien. Keterbatasan hubungan ini membuatnya berbeda dari jenis hubungan dekat yang lain. Keterbatasan lain dalam hubungan companionship dalam keperawatan adalah fakta bahwa perawat bekerja sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Mereka bekerja berdasarkan shif dan melihat orang yang mereka rawat dalam periode waktu terbatas dan pada waktu yang telah diatur sebelumnya. Perawat juga harus memutuskan tentang berapa banyak waktu yang dapat mereka habiskan untuk pasien tertentu. Jika seperti yang biasa terjadi, mereka bertanggung jawab terhadap lebih dari satu orang, kemungkinan mereka harus membuat keputusan tentang cara terbaik mengalokasikan waktu untuk beberapa orang. Meskipun teman harus mempertimbangkan bagaimana mereka menggunakan waktu mereka, faktor waktu biasanya kurang penting. Dalam kasus kekasih, waktu menjadi penting kembali, tetapi dalam arah berlawanan: kekasih cenderung ingin meluangkan
lebih banyak waktu untuk bersama-sama.
Meskipun persahabatan dapat juga dibatasi oleh waktu, pembatasan tersebut biasanya tidak formal. Teman biasanya memilih waktu pertemuan mereka, sementara waktu perawat untuk menemui orang yang mereka rawat mungkin telah diprogramkan. Maka Campbell menyatakan bahwa istilah "skilled companionship" menghindari beberapa masalah yang terkait dengan caring dalam keperawatan dan merupakan penggambaran yang lebih tepat

untuk tipe hubungan caring (atau bahkan kasih sayang) yang terjadi antara perawat dan pasiennya.

Hubungan antara keperawatan dan caring
Beberapa penulis telah mengartikan caring dalam keperawatan sebagai sebuah bentuk cinta. Ray (198 l) menemukan bahwa:

analisis caring secara konseptual dari perspektif berbeda diperkirakan
sebagai sebuah bentuk cinta ...

Sementara analisis teologis Campbell (1984a) tentang asuhan profesional, seperti telah dijelaskan di atas, mengharuskan agar caring dipersepsikan sebagai sebuah bentuk "cinta sedang". Istilah cinta sedang menunjukkan, seperti telah kita ketahui, bahwa hubungan caring secara profesional terikat
kuat (atau "sedang") oleh konvensi dan undang-undang. Bagaimanapun, McFarlane (1976) mengartikan keperawatan sebagai proses "menolong, membantu, melayani, caring', menunjukkan bahwa keperawatan dan caring adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dan pada saat yang sama mengindikasikan bahwa beberapa aktivitas praktik dilakukan dalam proses caring di lingkungan keperawatan. Sudut pandang ini diadopsi dan diperluas oleh Griffin (1980, 1983) yang membagi konsep caring ke dalam dua domain utama. Salah satu konsep caring ini berkenaan dengan sikap dan emosi perawat, sementara konsep caring yang lain terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat melaksanakan fungsi keperawatannya. 
Griffin (1983) menggambarkan caring dalam keperawatan sebagai sebuah proses interpersonal esensial yang mengharuskan perawat melakukan aktivitas peran yang spesifik dalam sebuah cara dengan menyampaikan ekspresi emosi emosi tertentu kepada resipien. Aktivitas tersebut menurut Griffin meliputi membantu, menolong, dan melayani orang yang mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh hubungan antara perawat dengan pasien. Emosi "menyukai" dan "kasih sayang" ditawarkan secara sementara sebagai respons afektif penting yang diekspresikan melalui hubungan ini. Aspek sikap yang lain dibahas dalam bab selanjutnya.
Meskipun analisis ini bermanfaat, karena menunjukkan poin fokus untuk orang-orang yang tertarik dalam konsep caring, analisis gagal memberikan jenis dan kedalaman pemahaman yang diperlukan oleh profesi yang mengklaim caring sebagai tema sentral mereka. Selain itu, jenis analisis filosofi ini
memiliki kerugian karena jauh dari praktik keperawatan dan cenderung mengabaikan pertimbangan yang relevan.
Sentralitas caring dalam keperawatan telah ditegaskan secara luas (McFarlane, 1976; Watson, 1979, 1985; Leininger, 1981 a). The Briggs Report mengklaim bahwa keperawatan dulu merupakan profesi yang didomlnasi oleh caring. Sebenarnya, Chapman (1983) menyatakan salah satu alasan utama mengapa orang-orang masuk ke keperawatan adalah karena keinginan mereka untuk membantu dan merawat orang lain yang paling membutuhkan. Pratt (1980) berpendapat sama bahwa caring adalah
kekuatan pendorong utama yang memotivasi seseorang untuk masuk kedalam profesi keperawatan. Dalam alur serupa, seleksi wawancara yang spesifik telah dikembangkan untuk mengidentifikasi kandidat yang paling cenderung berhasil dalam karier keperawatan (Selection Research Limited,
1987). Caring adalah salah satu dari Il atribut yang diisolasi karena cenderung menjadi prediktor kesuksesan.
Pengaruh caring dapat juga ditunjukkan dalam potensinya untuk menentukan tingkat asuhan keperawatan yang dapat diterima dan diinginkan dalam situasi praktik (Carper, 1979; Kitson, 1987). Carper (1979) mencatat bahwa "caring sebagai sebuah nilai profesional dan personal, merupakan inti
penting dalam menyediakan standar normatif yang mengarahkan tindakan dan sikap kita terhadap orang yang kita asuh" (hlm.11—12). Dalam pendidikan perawatan kesehatan secara um um, caring adalah konsep inti (Bendall 1977; Sarason, 1985), tetapi mungkin ironis bahwa konsep yang sangat
penting bagi keperawatan tersebut hanya mendapat sangat sedikit perhatian empiris dari perawat peneliti (Partridge, 1978; Leininger, 1981a,b). Mengomentari sedikitnya riset dalam area caring, Leininger (1981b) mengatakan:

Hubungan antara pemberi asuhan dan penerima asuhan diketahui secara
terbatas, meskipun hubungan ini tampak menjadi jantung pertolongan
terapeutik bagi klien.

Akibatnya kita diberikan beberapa ide tentang karakteristik caring dan hubungan caring. Apakah kita menerima pandangan dan opini ini sebagai sesuatu yang signifikan? Jika ya, dapatkah kita menerapkannya ke dalam praktik? Jawaban kedua pertanyaan di atas adalah tidak. Jika caring begitu sangat penting bagi keperawatan, kita harus menetapkan untuk mengeksplorasi secara sistematis proses secara detail dan harus mampu menggambarkan peran caring perawat secara utuh. Untuk melakukan hal ini kita memerlukan metode riset dan teknik yang sesuai dengan tugas ini.

Mengapa perawat harus care??

Pertanyaan ini dapat dijawab dalam beberapa cara, tetapi terdapat tiga aspek penting yang mendasari keharusan perawat untuk care terhadap orang lain. Aspek ini adalah aspek kontrak, aspek etika, dan aspek spiritual dalam caring terhadap orang lain yang sakit. Dengan meringkas poin-poin ini dan menyoroti posisi etis mereka, Fry (1988) menyatakan beberapa petunjuk tentang
caring:


  • Caring harus dilihat sebagai nilai puncak atau nilai tertinggi untuk membimbing tindakan seseorang.
  • Caring harus dipertimbangkan sebagai sesuatu yang bernilai universal.
  • Caring harus dipertimbangkan secara jelas karena perilaku tertentu (empati, dukungan, simpati, perlindungan, dan lain-lain) diutamakan.
  • Caring harus berkenaan dengan orang lain—harus berpikir untuk menyejahterakan orang lain dan bukan menyejahterakan diri sendiri

Aspek kontrak

Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada di bawah kewajiban kontrak untuk care. Radsma (1994) mengatakan, "perawat memiliki tugas profesional untuk memberikan care". Dapat diperdebatkan bahwa menjadi perawat melibatkan ide caring dan bahwa menawarkan klien sebuah
pelayanan keperawatan adalah berarti menawarkan care kepada mereka. Di lain pihak, tidak menawarkan care pada mereka berarti tidak menawarkan keperawatan pada mereka. Dalam hal ini, keperawatan didefinisikan dalam kaitannya dengan care. Maka merawat adalah memberikan care.

Pada tingkat yang lebih konkret, dapat di bahas bahwa care ditawarkan sesuai dengan harapan pasien atau konsumen. Kita mungkin mengatakanbahwa pasien atau klien mengharapkan care dari perawat sebagai bagian dari kontrak yang telah mereka buat. Dalam hal ini, menjadi pasien adalah berarti mengharapkan care, dan menjadi perawat, dalam hal ini, adalah berarti menawarkan care. Perawat juga dipekerjakan untuk menawarkan care. Di sini, karakteristik kontrak antara perawat dan orang yang mempekerjakannya didasarkan pada harapan bahwa perawat akan menawarkan care. Namun,
perlu dikatakan bahwa isu kontrak tersebut lebih bersifat implisit daripada eksplisit.

Jika caring adalah isu kontraktual, kita perlu memperhitungkan dampaknya. Campbell (1984) memperhatikan adanya kontradiksi yang jelas dalam peran pemberi asuhan profesional-profesional kesehatan diminta untuk care tetapi juga dibayar untuk melakukan hal tersebut. Seakan-akan profesional kesehatan, sesuai dengan kontrak finansial mereka, diminta untuk "menghidupkan" sikap care mereka. Pernyataan tentang hal serupa ditemukan dalam konseling dan psikoterapi, yaitu klien membayar seorang profesional untuk simpati, empati, dan mendengarkan. Pertanyaan terbuka muncul:
dapatkah seseorang care secara profesional dan sekaligus demi uang?
Jenis perdebatan yang biasanya terjadi pada poin ini adalah apakah pemberi asuhan yang dibayar "tulus" atau tidak. Argumen tampaknya berkisar pada ide bahwa ketulusan adalah suatu hal yang "alami", sementara pendahuluan yang didasari oleh motif keuntungan menyebabkan proses kerja
yang tidak alami. Jenis argumen ini sering kali muncul di permukaan saat masyarakat mendiskusikan kealamiahan atau ketidakalamiahan dari orang orang yang bekerja di industri jasa hotel, restoran, fasilitas makanan cepat saji atau pramugari di pesawat terbang. Telah diperkirakan bahwa jika seseorang harus dilatih untuk bekerja dengan masyarakat, mereka cenderung menjadi "palsu" atau "tidak alami' .

Bagaimanapun, dapat dibahas bahwa kita semua telah "belajar" untuk berhubungan dengan orang lain dalam konteks berbeda. Jika kita care, kita melakukannya karena kita telah belajar untuk care dan karena care merupakan respons yang tepat dalam konteks tersebut. Proses pembelajaran tersebut mungkin terjadi lebih dari beberapa tahun. Misalnya, dapat dibahas bahwa kita belajar untuk care karena kita telah mendapatkan care dari orang tua, teman, kekasih dan pasangan. Kita telah mengalami rasanya mendapatkan care dan oleh karena itu mampu menunjukkan care kepada orang lain. Kita juga mungkin telah belajar untuk care kepada orang lain dengan mengobservasi orang lain yang mendapatkan care. Semua hal ini berperan dalam proses pembelajaran.

Jika kita kembali memperdebatkan pemberi asuhan profesional, kita mungkin menemukan bahwa kru kabin, staf hotel, dan yang lainnya juga telah belajar untuk care—tetapi melakukannya dalam cara yang sangat terstruktur dan memiliki tujuan. Proses telah dipercepat dan, meskipun metode pembelajaran mungkin berbeda, masih tetap dapat dibahas bahwa staf tersebut telah belajar untuk care. Begitu juga dengan perawat. Tidak ada alasan mengapa kita harus secara otomatis mengasumsikan bahwa caring "muncul secara alamiah" pada beberapa orang, caring juga tidak harus selalu spontan dan berasal langsung dari hati.

Terdapat elemen lain selain aspek kontrak dalam caring. Homans (1961) mengajukan sebuah teori tentang pertukaran sosial pada saat ia menyatakan bahwa:

Rahasia terbuka dalam pertukaran manusia adalah memberikan kepada orang lain perilaku yang lebih bernilai baginya daripada bagi Anda dan mendapatkan perilaku dari orang lain yang lebih bernilai bagi Anda daripada baginya.

Bagi Homans, kehidupan interpersonal adalah serangkaian transaksi yang dilakukan setiap orang untuk dan dengan orang lain sebagai antisipasi untuk menerima sesuatu. Contoh peraturan umum dalam kehidupan sehari-hari adalah bahwa manusia biasanya "memberi dan menerima" dalam hubungan mereka dengan orang lain dalam cara yang saling disepakati. Dalam kontek sini, hal tersebut berarti bahwa perawat care untuk mendapatkan sesuatu— mungkin kepuasan kerja, sensasi pencapaian, kontak dengan orang lain dan mendapat gaji di akhir bulan. Semua hal ini dapat membuat pekerjaan memuaskan dan pantas dinilai, serta mendorong kita untuk menginvestasikan
suatu hal dalam diri kita di dalam sikap care tersebut.

Hal lain dalam aspek kontrak mungkin ditemukan dalam tulisan Martin Buber (1958), yang membandingkan dan membedakan hubungan personal "Saya-ltu" dengan hubungan personal "Saya-Kamu". Pada intinya, makna yang terkandung dalam pernyataan Buber adalah: bahwa saat kita
berhadapan dengan orang lain berdasarkan hubungan "Saya-ltu", kita menjadikan orang tersebut sebagai objek. Jenis objektifikasi ini dapat dilihat pada saat kita menyebut orang lain sebagai "apendiks di tempat tidur 6" dan efeknya adalah mengganti manusia bernyawa menjadi "apendiks"sebuah objek. Buber berpendapat bahwa yang lebih manusiawian posisi yang lebih dapat dibenarkan secara moral adalah menghadapi seseorang dari sudut pandang hubungan "Saya-Kamu". Dalam hubungan seperti itu, setiap orang memperlakukan orang lain sebagai seorang manusia yang sadar, memiliki pengetahuan dan perasaan yang harus dihargai. Buber berpendapat bahwa bagian esensial dalam proses bekerja dengan orang lain adalah mengakui kemanusiaan mereka. Bagian dari "kontrak" menjadi pemberi asuhan atau terapis adalah bukan untuk mengubah mereka menjadi sebuah objek tetapi membiarkan mereka tidak hanya sebagai manusia, tetapi juga orang yang mempunyai kedudukan sejajar dengan kita. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kewaspadaan yang terus menerus dan kerendahan hati yang besar. Jika kita mempertahankan cara hubungan "Saya Kamu", kita harus melepaskan setiap ambisi "profesional" yang mungkin kita miliki. Menghadapi orang lain dari sudut pandang profesional adalah dengan mengubah mereka menjadi suatu objek. Hal tersebut hanyalah beberapa isu yang memengaruhi aspek kontrak dalam asuhan profesional. Hubungan perawat-pasien dapat dilihat sebagai hubungan yang didefinisikan dan dinegosiasikan secara beragam yang melibatkan tindakan memberi dan menerima demi kepentingan kedua orang partisipan. Dalam hubungan seperti itu, setiap partisipan dilihat sebagai orang yang memiliki beberapa macam kebutuhan. Perawatan profesional membuat kontrak untuk care.

Aspek etika

Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah, bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam situasi tertentu. Jenis pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat memberikan asuhan. Ada beberapa cara dalam pendekatan isu etika. Dapat muncul kode beberapa tindakan keagamaan yang menginstruksikan cara bertindak penganutnya. Sebenarnya, harus diperhatikan bahwa sebagian besar kode keagamaan mendorong penganutnya untuk bertindak caring kepada orang lain.

Kita mungkin bahkan tergoda untuk memperdebatkan bahwa orang yang religius biasanya terikat dengan kerja untuk bertindak dalam cara caring terhadap orang lain. Namun, ironisnya kita juga tahu bahwa agama berada dibalik banyak kejadian internasional yang menunjukkan bagaimana orang orang saling tidak caring pembersihan etnis, pembunuhan sekelompok besar orang-orang yang berasal dari etnik tertentu, dan perang sering kali berkaitan dengan keyakinan agama yang ekstrem.

Kita perlu kembali ke pendekatan sekular/duniawi terkait dengan etika caring. Dengan cara sekular, kita menggunakan pendekatan yang tidak melibatkan kode keagamaan dalam berperilaku meskipun keduanya sering kali sesuai. Tidak beralasan untuk menyangka bahwa pendekatan sekular terhadap etika secara otomatis menyingkirkan kode keagamaan tertentu.

Sumber pedoman yang dinyatakan secara luas dalam hal etika adalah program Kant bahwa kita harus bertindak meskipun perilaku kita mengilustrasikan hukum perilaku universal. Dengan kata lain, saat kita bertindak, kita harus meyakini bahwa perilaku tersebut dapat membuat orang lain terlibat secara beralasan. Maka kemudian, tindakan yang benar adalah tindakan yang benar secara universal. Ini merupakan dasar kategori esensial Kant.

Mungkin dari posisi ini kita dapat memperdebatkan bahwa alasan kita harus care adalah karena kita berharap untuk mendapatkan care. Kita juga akan berharap bahwa care dapat diperluas ke semua orang yang kita kenal dan kita cintai. Dengan cara ini, caring hampir menjadi perilaku manusia yang
penting karena ketiadaan care, dengan alasan yang sama, tidak dapat diterima sebagai prinsip universal. Kiranya, kita tidak akan ingin hidup dalam dunia yang tidak ada seorang pun yang care terhadap orang lain, dengan demikian caring menjadi sesuatu yang esensial.

Pendekatan lain untuk mempertimbangkan rasional etika caring adalah utilitarianisme Mill-sebuah pendekatan yang pertama kali diartikulasikan oleh Jeremy Bentham. Utilitarianisme sering kali di simpulkan dengan slogan, atau sesuatu yang hampir serupa dengannya, bahwa "sesuatu yang baik adalah sesuatu yang menyebabkan kebahagiaan terbesar bagi orang terbanyak". Tampaknya beralasan untuk memperdebatkan bahwa caring tidak mungkin menyebabkan perluasan ketidakbahagiaan dan oleh karena itu caring dapat dijustifikasi sebagai tindakan yang "baik". Perspektif yang lebih positif menyatakan bahwa caring akan menghasilkan perluasan kebahagiaan secara tepat dan, sekali lagi, dapat dijustifikasi. Semua ini tentu saja bergantung pada bagaimana "caring" didefinisikan dan, sekali lagi, hal ini telah menjadi subjek perdebatan di seluruh isi buku ini. Namun akan sulit mem-
perdebatkan bahwa caring bukanlah sebuah konsep "positif

Pendekatan lain terhadap etika adalah melalui eksistensialisme. Eksistensialisme adalah pendekatan yang khusus dan berbeda terhadap filosofi. Orang yang paling banyak mempopulerkan definisi eksistensialisme sebagai sebuah Pendekatan terhadap filosofi adalah Jean-Paul Sartre pada essaynya pada tahun 1949 yang berjudul Existentialism and Humanism (Sartre, 1952). Sartre menyimpulkan inti eksistensialisme melalui slogan "eksistensi mendahului esensi" dan, eksistensialisme tertentu memengaruhi teori keperawatan dan pendekatan asuhan yang berpusat pada pasien, mungkin perlu mempertimbangkan eksistensialisme dalam rincian yang sedikit lebih detail.

Posisi eksistensial didasarkan pada pernyataan ini bahwa seseorang "hadir ke dalam eksistensi" dan bahwa "esensi" atau "kemanusiaan" seseorang baru muncul kemudian. "Esensi" adalah apapun yang dibuat seseorang. la adalah pencipta esensinya". Bagi Sartre, seseorang itu bebas dan bertanggung jawab. Dia bebas untuk menjadi apapun yang dia buat untuk dirinya sendiri. Karena kebebasan itu, seseorang juga betanggungjawab untuk menjadi seperti apa ia. Kita tidak dapat bebas dan tidak bertanggung jawab Meskipun seseorang bebas membuat keputusan, mereka juga harus mempertimbangkan tanggung jawab yang terkait dengan perilaku tersebut. Suka atau tidak, orang lain akan dipengaruhi oleh tindakan kita: pasangan, anak, teman, rekan kerja kita, dan lainnya.

Semua hal ini membimbing kita kembali ke proses caring. Kita terus care karena kita terus menyatakan care sebagai "tindakan yang benar". Kita dapat merasa berbeda besok sehingga keyakinan dan penilaian kita dapat berubah pada saat kita berkembang sebagai manusia, tetapi untuk saat ini kita percaya bahwa caring adalah sesuatu yang penting. Lebih dari itu, kita berharap bahwa tindakan orang lain selama mereka memengaruhi kita akan juga melibatkan caring. Kita berharap bahwa orang lain akan care terhadap kita, meskipun kita tidak dapat menjamin bahwa mereka akan melakukannya. Salah satu gambaran paling liberal jika cenderung merasa terintimidasi dari eksistensialisme adalah kualitas dinamiknya. Masyarakat, sebagaimana didefinisikan oleh penganut eksistensialisme, selalu bearada dalam keadaan fluktuasi: mereka selalu berada dalam proses menjadi sesuatu. Proyek manusia tidak pernah selesai. Dalam hal ini kita tidak pernah dapat mendefinisikan,
sekali dan untuk selamanya, apa yang perlu atau harus kita lakukan. Yang dapat kita lakukan adalah terus mengulas dan menguatkan keyakinan kita hampir setiap hari. Caring, dalam hal ini, menjadi suatu tindakan keyakinan yang memengaruhi setiap aspek kehidupan kita.

Aspek spiritual

Keseluruhan isu tentang apa yang mungkin chmaksud dengan "spiritualitas" adalah isu yang kompleks. Sementara kata spiritual mengandung kata lain, 'spirit", istilah spiritualitas telah digunakan secara lebih luas dari pada istilah yang semata-mata berkonotasi suatu keyakinan dalam pewarisan spirit seseorang. Namun, spiritual paling .sering berhubungan dengan agama dan keyakinan keagamaan. Kita telah menyebutkan sebelumnya bahwa tema umum dalam banyak agama adalah kebutuhan para anggota keyakinan tersebut untuk saling care satu sama lain. Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu sama lain adalah ide utama. Sesungguhnya, sulit membayangkan adanya agama yang menganjurkan sebaliknya yaitu untuk tidak saling care. Oleh
karena itu, care telah menjadi "peraturan" esensial dalam kepercayaan agama. Oleh karena itu, pembahasan di atas berarti bahwa perawat•yang "religius' adalah orang yang care, bukan karena dia seorang perawat tetapi lebih karena dia adalah anggota suatu agama atau kepercayaan. Sebagian besar agama mempunyai "kode perilaku" biasanya tertulis dalam kitab suci yang merekomendasikan untuk care kepada orang lain. Untuk care, dalam kasus ini, adalah dengan mengikuti ajaran agama tersebut dengan merujuk pada kode perilakunya. Dalam hal ini, pandangan agama tentang caring sangat terkait erat dengan pandangan moral tentang caring.
Bagaimanapun, tidak setiap perawat mempunyai komitmen terhadap suatu bentuk agama yang mungkin membangkitkan hasrat untuk care terhadap orang lain, dan dari sinilah asal gagasan spiritual. Mungkin saja orang percaya bahwa caring terhadap orang lain adalah tindakan yang benar
meskipun mereka tidak percaya pada agama. Cukup mungkin untuk memperdebatkan bahwa banyak orang care semata-mata karena mereka memilih untuk melakukannya.

Mengapa? Kemungkinannya karena caring itu sendiri adalah sesuatu yang dapat dinikmati.
Pada semua debat yang cukup intens tentang motif, sikap, isu spiritual dan non spiritual, kadang kala mungkin saja kita tidak memperhatikan kebaha- giaan nyata yang dapat ditimbulkan oleh sikap caring terhadap orang lain.
Bagaimanapun pandangan tentang caring, tampaknya caring merupakan fenomena yang hampir universal, sesuatu yang terkait dengan proses menjadi dan sedang menjadi seseorang. Jika hal tersebut adalah masalahnya, caring tetap berada di bagian pusat dalam proses keperawatan, jika bukan, keperawatan terikat erat dengan semua aspek dalam diri manusia.

Aplikasi

Teori-teori ini mungkin penting saat kita mengembangkan ide kurikulum baru dan dokumentasi untuk masa depan. Teori tersebut mungkin memunculkan perubahan dalam isi dan proses pendidikan perawat sehingga caring dan komunikasi ditekankan secara lebih kuat.


Chalmers, K. J. and Luker, K.A 1992. The development of the health visitor-client relationship.
Scandinavian Journal of Caring Sciences, 5: 33—41.
Elstad, J.I. 1994. Women's priorities regarding physician behavior and their preference for a
female physician. Women and Health, 2(4): 1—19.
Fink, S. V. 1995. The influence of family resources and family demands on the strains and
well-being of caregiving families. Nursing Research, 44 (3): 13946.
Jivanjee, P. 1994. Enhancing the well-being of family caregivers to patients with Alzheimer's
disease. Journal of Gerontological Social Work, 23 ( I /2) :31—48.
Kurtz, M.E., Kurtz, J.C., Given, C. Wand Given, B. 1995. Relationship of caregiver reactions
and depression to cancer patients' symptoms, functional states and depression—a longitudinal
view. Social Science and Medicine, 40(6): 837—46.
Lewis, L. 1995. Caring for the carers. Modern Midwife, 5 (2) :7—10.
McDrury, J. 1994. Client satisfaction in the community setting: a review of literature. New
Zealand Practice Nurse, September, 92—3.
Neufeld, A. and Harrison, M.J. 1995. Reciprocity and social support in caregivers' relationships:
variations and consequences. Qualitative Health Research, 5(3):348—65.
Norrby, E. and Bellner, A. 1995 The helping encounter: occupational therapists' perception
of therapeutic relationships. Scandinavian Journal of Caring Sciences, 9 (l ) :41—6.
Picot, S.J. 1995 Rewards, costs, and coping of African American caregivers. Nursing Research,
: 147—52.
l, E. 1995. Valuing the unseen emotional labour of nursing. Nursing Times, 91 (26): 40—
Sofaer, B. 1994. Achieving a better life on the planet. Are we our 'brothers' keepers'? Nursing
Ethics: An International Journal for Health Care Professionals, 1 (3): 173—7.
Taylor, R., Ford, G. and Dunbar, M. 1995. The effects of caring on health: a community
based longitudinal study. Social Science and Medicine, 40(10): 1407—15.
Tlshelman, C. 1994. Cancer patient's hopes and expectations of nursing practice in Stockholm—
patients' descriptions and nursing discourse. Scandinavian Journal of Caring Science, 8(4):
213-22.
Toseland, R. W, Blanchard, C.G. and McCallion, P. 1995. A problem solving intervention for
caregivers ofcancer patients. Social Science and Medicine, 40(4):517—28.

Komentar

Postingan Populer